Sekarang kita bahas soal personal brand. Sederhananya, personal brand adalah bagaimana lo membangun reputasi atas topik tertentu yang berhubungan dengan keahlian (skill) yang lo miliki. Saat orang-orang semakin percaya terhadap reputasi itu, maka akhirnya keahlian yang lo miliki jadi bisa ditawarkan dengan mudah.
Orang yang sudah kuat reputasinya sehingga skillnya mudah ditawarkan (bahkan bisa menarik minat tanpa harus ditawarkan) bisa dikatakan personal brandnya sudah terbangun.
Jadi kalo lo ngonten tapi nggak paham gimana topik lo bisa dihubungkan dengan keahlian yang lo miliki, bisa dibilang lo nggak sedang membangun personal brand. Mungkin yang sedang lo bangun itu channel. Channel juga ada duitnya dong... Tapi cara dapet duitnya beda nggak kayak personal brand. Caranya dari brand yang mau pasang iklan, atau dari lo menjual produk orang lain atau brand lain. Kalo ini, lo jadi kayak semacam stasiun televisi pendapatannya.
Makanya jangan heran, kalo ada orang yang sudah populer, tapi pas jualan produknya sendiri nggak laku. Ya, soalnya mungkin dia populer sebagai channel, bukan personal brand.
Beda ya...
Bangun brand produk dari personal brand
Jadi, kalo persoal brand lo sudah terbangun, ini bisa menambahkan kekuatan competitive advantage kalo lo mau bangun brand produk. Udah baca belum artikel gue soal competitive advantage?
Competitive advantage adalah situasi yang bisa diambil sebagai keunggulan dalam bersaing. Pada brand, situasi ini bisa dibuat dengan positioning dan diferensiasi, ini dasar untuk menciptakan competitive advantage. Tapi semua yang bisa menjadi keunggulan dalam bersaing bisa menjadi poin untuk menguatkan competitve advantage. Salah satunya personal brand ini.
Makanya banyak yang mau susah payah membangun personal brand supaya nantinya dia bisa lebih mudah pas mau bangun brand produk.
Nah, sekarang pasti lo nungguin pembahasan selanjutnya, gimana caranya bangun personal brand?
Sebenernya caranya nggak susah asal lo punya "bahan-bahannya". Kalo lo nggak punya bahan-bahan ini, kemungkinan lo bakal susah bangun personal brand. Mungkin cocoknya bangun channel ya!
Berikut bahan-bahan yang lo butuhkan untuk membangun personal brand:
- Skill (keahlian)
- Topik
- Media
- Strategi membangun reputasi
Skill
Oh, ini jelas. Lo harus paham dulu skill apa yang lo miliki. Karena nanti dari skill ini lo akan melakukan monetisasi. Jadi kalo lo punya banyak skill, coba dipahami dulu apa edge lo. Edge adalah keahlian lo yang paling tajam.
Topik
Topik ini fungsinya sebagai angle. Jadi mungkin di luar sana ada orang lain yang punya skill kayak lo, tapi karena topik yang lo sajikan menarik maka rasa nya juga jadi berbeda. Berarti lo harus paham rasa apa yang "enak" untuk disantap oleh audiens lo.
Lo juga bisa mulai memikirkan segmen market yang potensial dari awal, supaya lo bisa tau topik yang paling mereka suka. Selera mereka gimana.
Coba-coba aja dulu, namanya juga angle.
Cari yang paling orang suka tapi masih berhubungan dengan skill yang lo mau tawarkan.
Media
Lah iya, mana bisa lo bangun personal brand nggak ada medianya. Umumnya sekarang orang pakai media sosial. Kan, ada banyak tuh platform media sosial. Lo bisa coba semuanya dan cari yang paling cocok. Nggak mesti semua media lo pakai, meskipun banyak yang nyaranin gitu.
Kalo gue sih, nggak begitu. Bisa meriang badan gue kalo harus semua platform. Tapi kalo lo bisa aktif di semua platform, salute!
Strategi membangun reputasi
Nah ini. Ini yang penting buat personal brand. Kalo lo pakai banyak platform tapi lo nggak mikirin gimana strategi untuk membangun reputasi, maka bisa jadi tetap nggak terbangun personal brandnya.
Gue punya arahan strategi umum yang bisa lo gunakan untuk membangun reputasi, dan gue juga menggunakannya.
Konformitas
Konformitas adalah kesesuaian. Jadi antara apa yang lo katakan tentang diri lo dengan apa yang lo tampilkan harus sesuai. Misal lo sudah bilang topik saya ini, skill saya ini... maka yang pertama orang nilai adalah seberapa sesuai antara apa yang lo tampilkan dengan apa yang lo katakan.
Jadi nggak usah ketinggian ngomongnya, kalo itu nggak bisa lo tunjukkan juga. Makanya, gue cuma sebut personal brand ini mengajarkan seputar membangun brand. Sederhana sekali. Gue nggak sebutkan diri gue sebagai brand owner dengan omset milyaran 😆 (ah... apa iya... milyaran)
Karena gue mau mengejar kesesuaian ini. Kalo gue sebutkan, berarti gue harus tunjukkan juga. Nah, ini menurut kalkulasi gue nggak strategic untuk personal brand gue.
Karena kalo gue tampilkan, orang-orang jadi melihat gue dengan brand yang gue miliki. Akhirnya jadi bias. Nanti disangka gue hanya mengajar berdasarkan perspektif dari kategori brand gue. Padahal kan, topik gue bisa untuk aneka kategori.
Kualitas
Setelah orang menilai ada kesesuaian atau konformitas di dalam personal brand yang lo miliki, maka kita mau meningkatkan reputasi kita lagi. Kita ingin orang lain bisa mempersepsikan kualitas.
Iya, kualitas adalah persepsi karena kualitas nggak bisa diukur secara pasti dan tergantung penilaian subjektif.
Untuk bisa dipersepsikan sebagai personal brand berkualitas, maka fokus kita berikutnya adalah kedalaman dan keluasan.
Kedalaman
Ini artinya lo menunjukkan kedalaman lo di reputasi yang sedang lo bangun. Jadi berikan hal yang nggak banyak orang tau tentang topik yang sedang lo bahas untuk menunjukkan kedalaman.
Dan untuk bisa ini, mau nggak mau lo memang harus banyak belajar dan memperdalam.
Jangan khawatir, karena nggak semua orang mendalami topik yang lo bangun. Jadi kadang hal-hal yang menurut lo biasa bisa jadi hal dalam untuk orang lain.
Keluasan
Saat lo bisa menangkap fenomena sosial yang nggak berhubungan langsung ke personal brand lo, tapi mengemasnya dengan perspektif keilmuan lo, maka ini memberikan sinyal : ilmu lo cukup luas karena keluasan lo dalam melihat suatu peristiwa.
Jadi, konsisten dalam menampilkan kedalaman dan keluasan.
Kalo nggak kepepet, hindari menampilkan hal-hal remeh temeh seperti aktivitas sehari-hari. Kecuali hal-hal remeh temeh itu bisa menyiratkan kepribadian yang lo mau tonjolkan di personal brand lo.
Tapi sebaiknya, kepribadian lo ditonjolkan melalui konten lo yang memiliki kedalaman dan keluasan itu.
Loyalis Pertama
Setelah dipersepsikan berkualitas, lo butuh loyalis pertama. Loyalis adalah orang yang hadir mendukung personal brand yang sedang lo bangun. Orang-orang ini yang bahkan bisa membela lo saat lo nggak tau.
Di akun ini, gue pakai cara paling primitif tapi paling efektif untuk mendapatkan loyalis. Yaitu dengan memberikan lebih dari apa yang diekspektasikan orang.
Caranya, saat terjadi interaksi dimana pun itu, baik interaksi langsung (misal di sebuah acara) atau online, pahami lah bahwa orang-orang yang berinteraksi ini memiliki ekspektasi.
Ekspektasi adalah apa yang orang yakin akan dia dapatkan dan biasanya berhubungan dengan pengalaman sebelumnya.
Misal, ada yang bertanya ke gue, maka gue prediksi dia punya ekspektasi kalo gue akan menjawab dengan singkat atau bahkan nggak menjawab. Gue bisa memprediksi ini karena itu lah umumnya yang mereka dapatkan di akun personal brand lain dengan topik yang seperti gue.
Tugas gue adalah memberikan lebih dari apa yang dia ekspektasikan.
Jadi gue memberi jawaban yang lebih niat dengan berusaha menyajikan wawasan atau perspektif baru. Kalau gue sedang nggak bisa memberikan itu, gue akan selalu berusaha ngobrol dan memberikan masukan positif seperti menyemangati, atau sekedar ngobrol seru.
Terkesan dibuat-buat? Mungkin... buat yang nggak paham. Kalo lo tau ini memang caranya membangun loyalis, maka lo akan melakukan dengan sepenuh hati.
Banyaknya orang yang nggak melakukan ini atau merasa terpaksa karena mereka nggak sadar ini penting. Karena gue sadar, makanya semua gue lakukan tanpa beban.
Ini cara paling efektif meskipun primitif, yang gue lakukan untuk mendapat loyalis.
Jika orang yang bangun personal brand dan nggak melakukan cara primitif seperti gue, biasanya mereka akan membangun loyalitas dengan cara lain.
Misal dengan melalui testimoni dari orang-orang yang sukses, populer, atau selebritis. Bisa juga dengan storytelling yang bisa menimbulkan simpati atau keberpihakan.
Gue sengaja nggak melakukan itu. Sungguh, bukan nggak bisa. Memang sengaja untuk jadi contoh karena feeling gue kemungkinan gue akan mengajarkan personal brand. Bener, kan? Gue akhirnya buat tulisan ini.
Jadi gue mau memberi contoh nyata untuk yang mau membangun personal brand supaya bisa membangun loyalis dengan cara seperti ini. Menurut gue ini asik dan lebih hemat!
Jangan tanya apakah efektif. Bahkan saat gue sedang nggak posting apapun, buku gue tetap terjual secara organik tanpa iklan dan orang yang berkonsultasi berdatangan.
Monetize
Setelah memiliki loyalis, lo boleh mulai memikirkan bagaimana mendapat pemasukan dari personal brand yang lo miliki.
Ada yang memikirkan sejak awal, dan itu nggak apa. Tapi biasanya, setelah fokus membangun loyalis, produk dan layanannya jadi ada penyesuaian.
Ini akibat sambil lo bangun loyalis tadi, lo juga akhirnya jadi lebih paham mereka seperti apa. Dan ini bikin lo jadi tau, harus memberikan produk dan layanan seperti apa.
Saat personal brand mulai terbangun, semua pintu kesempatan untuk mendapatkan penghasilan jadi terbuka.
Tapi... lo nggak perlu buka semua pintu serempak. Buka pintu yang paling cocok dulu sama ritme hidup lo... atau kemampuan lo saat ini.
Jadi begitu yang bisa gue bahas soal personal brand.
Secara umum, informasi ini cukup sebenarnya.
Tinggal gimana lo eksekusinya.
Perihal teknis, itu bisa lo pelajari lagi di akun-akun yang membahas seputar teknis ngonten kalo memang lo rasa lo membutuhkan informasi itu.
Kalo gue sendiri, lebih suka urusan strategi, makanya gue nulis buku brand dan manusia.
Karena menurut gue, sebelum teknis, yang penting saat membangun brand adalah strateginya.