Mari bahas soal positioning. Yang pertama kali memperkenalkan konsep ini namanya Al Ries dengan temannya Jack Trout dalam sebuah artikel yang berjudul Advertising Age. Artikel yang bikin heboh dan membuat pamor mereka naik karena konsep positioning yang mereka jelaskan. Baru kemudian mereka mengembangkan konsep ini dan ditulis dalam buku berjudul "Positioning: The Battle for Your Mind" yang diterbitkan 1981.
Apa itu positioning menurut Al Ries dan Jack Trout?
Secara garis besar, positioning menurut Al Ries dan Jack Trout adalah bagaimana brand membedakan dirinya di benak market.
Ilmu pemasaran pun menerima konsep ini dan kemudian dibuat lagi mekanisme yang lebih rapi untuk mencari positioning yang disebut STP : Segmentasi, Targeting, dan Positioning. Bahkan ilmu pemasaran pun membedakan positioning dengan diferensiasi. Di ilmu pemasaran, cara mencari diferensiasi adalah menggali keunikan dari sisi produk. Makanya, di ilmu pemasaran diajarkan minimal 16 cara mencari diferensiasi.
Kurang lebih, begitu lah sejarahnya.
Akhirnya, kalo lo pelajari positioning dari ilmu pemasaran, berarti sebelumnya harus ngomongin segmentasi dan targeting. Ya, STP ini.
Jadi caranya begini...
Segmentasi
Segmentasi adalah bagaimana lo mengelompokkan market berdasarkan kesamaan-kesamaan tertentu. Misal, lo kelompokkan berdasarkan usia, gender, tempat tinggal, penghasilan, pendidikan. Segmentasi macam ini disebut sebagai segmentasi demografis. Mirip kayak sensus penduduk.
Ada segmentasi lain yang berdasarkan perilaku. Ada juga yang berdasarkan karakter psikologis yang disebut psikografis. Bahkan ada segmentasi berdasarkan pengelompokkan seperti letak geografis, kondisi alam, dan sebagainya.
Nah, karena market sudah lo kelompokkan, maka dari market yang tadinya kecampur aduk, mulai ada kelompok-kelompok market. Kelompok ini lah yang disebut segmen market atau segmen pasar.
Targeting
Karena sudah lo kelompokkan, maka lo mulai bisa melihat mana nih, segmen market yang oke untuk lo layani. Nah, segmen market yang mau lo layani itu disebut target market.
Positioning
Lo pun mulai membuat produk untuk melayani segmen market itu. Sat set sat set… lo buat produknya. Kemudian lo namai dengan nama produk yang bisa menarik perhatian segmen market lo. Proses lo menentukan nama produk sebenarnya sama dengan lo sedang menentukan posisi atau positioning.
Begitu kalau dari ilmu pemasaran.
Contoh :
Lo melihat ada sebuah masalah. Misal masalah noda gelap di kulit. Entah itu bekas luka, bekas stretch mark, dan sebagainya.
Kemudian lo mengelompokkan market lo itu dengan cara segmentasi.
Ketemu lah segmen market yaitu ibu-ibu dengan usia 25-30, yang habis melahirkan. Karena habis melahirkan biasanya mereka ada bekas stretch mark. Bekas kayak gurat-gurat di kulit karena kulit ketarik melar saat mengandung.
Lo ambil segmen market itu untuk lo layani. Jadi lah mereka itu sebagai target market.
Kemudian lo buat produknya. Sebenarnya produk ini bisa menghilangkan stretch mark siapa aja, nggak mesti ibu setelah melahirkan. Tapi karena lo sudah memilih target market, lo beri keterangan produk “after birth cream”. Ini lah positioning.
Ini cara lo memposisikan produk yang sebenarnya multifungsi.
Kemudian produk itu lo pasarkan.
Brand lo pun dikenal sebagai brand yang menjual produk untuk cream penghilang stretch mark sehabis melahirkan. Ceritanya, pada saat itu nggak ada brand yang memposisikan produk penghilang nodanya seperti yang lo lakukan.
Ini membuat brand lo nggak bisa disama-samakan dengan brand lain yang menjual cream sejenis.
Yang lain buat cream penghilang noda kulit, kalo lo, untuk penghilang strechmark sehabis melahirkan. Begitu cara lo membedakan diri dengan positioning.
Sekarang pertanyaannya...
Ada yang aneh nggak, kalau ini disebut positioning brand?
Jelas ada aneh. Kalo itu jadi positioning brand, berarti brand kita jadi hanya bisa mengeluarkan satu produk itu saja.
Apa semua brand harus mengeluarkan satu produk aja?
Nggak dong...
Nggak semua brand harus mengeluarkan satu jenis produk saja.
Jadi... memang positioning yang diajarkan di ilmu pemasaran itu sebenarnya lebih cocok untuk positioning produk. Bukan positioning brand.
Meskipun branding kita kenal dalam ilmu pemasaran, ada hal-hal yang susah dijelaskan dengan kacamata ilmu pemasaran. Dan sebenarnya, kalau di telaah positioning yang dimaksud Al Ries, bukan tentang positioning produk. Cuma, gimana caranya? Ini kekurangan Al Ries. Dia nggak menjelaskan secara rinci. Mau nggak mau, orang yang mau mencari positioning akhirnya pakai ilmu pemasaran yang hasilnya lebih pada positioning produk.
Bagaimana seharusnya positioning brand?
Sebelum mengurai caranya, ada baiknya kita paham dulu kriteria positioning yang kita butuhkan.
Namanya brand. Kita bangun brand untuk bisnis, dong? (umumnya gitu, kan?)
Nah… namanya bisnis, maka harus bisa dikembangkan.
Jadi seharusnya positioning brand yang kita buat justru bisa membantu kita mengembangkan bisnis kita sambil memperkuat brand kita.
Brand dikuatkan, bisnis dikembangkan
Ini berjalan paralel atau berbarengan.
Seharusnya, jika kita kembangkan bisnisnya maka brandnya kena dampak yaitu brand jadi semakin kuat. Kekuatan brand ini diukur dari loyalitas penggunanya yang semakin bertambah. Bertambah loyalitasnya dan bertambah jumlahnya. Seharusnya seperti itu.
Tapi faktanya, di ilmu pemasaran kita diajarkan positioning yang nggak seperti itu. Karena positioning yang kita bicarakan selama ini adalah positioning produk. Sehingga jika kita buat produk yang berbeda, malah brand kita bisa dipersepsikan nggak fokus.
Jadi pertanyaannya, darimana seharusnya kita mendapatkan positioning brand?
Jawabannya sebenarnya mudah. Yakni dari identitas brand. Gue sudah tau ini dari lama.
Tapi tau nggak yang lucu? minimal buat gue lucu.
Di buku ilmu pemasaran (patokan gue selalu buku yang beredar untuk kuliah pemasaran), minim sekali dibahas tentang gimana caranya brand menentukan identitas.
Padahal ini yang darurat kalo kita mau paham positioning brand. Karena ini darurat, akhirnya yang mengajarkan perihal cara mencari identitas brand adalah praktisi branding.
Masalahnya, jika praktisi branding mengajarkan bagaimana caranya mencari identitas brand, dia akan menjawab berdasarkan perspektif dari bidangnya.
Jadi misal dia desainer yang terjun di dunia branding, maka dia akan mengajarkan cara menciptakan identitas brand dari desain. Atau kalau dia copywriter, maka dia akan mengajarkan cara menciptakan identitas brand melalui brand story.
Ini sudah masuk ke area teknis.
Padahal kita butuh yang dasar. Sangat dasar dulu. Bukan langsung teknis.
Karena belum dipahami. Akhirnya pun ilmu pemasaran membahas perihal identitas brand, yang akan dibahas ya, tipis-tipis aja.
Dampaknya, banyak orang mikir...
Oh, pasti mencari identitas brand dari segmentasi seperti yang diajarkan pemasaran.
Akhirnya banyak yang mencoba mencari identitas brand dari segmentasi pemasaran.
Kekacauan pun mulai terjadi
Akhirnya, ada brand yang menjadikan ukuran badan marketnya, sebagai identitas. Berlanjut sampai menjadikan orientasi seksual seperti LGBT, sebagai identitas. Gue pernah ketemu yang lebih absurd. Ada orang yang mau menjadikan istri kedua sebagai identitas brandnya.
Ini lah akibat mengeksplorasi identitas brand dari segmentasi market.
Jadi... memang mungkin aja lo bisa menemukan identitas brand dengan cara segmentasi market. Tapi karena memang segmentasi market bukan untuk mencari identitas brand melainkan mencari kelompok market postensial, jika dipaksakan akan ada 'tabrakan-tabrakan' seperti ini.
Dari sini gue mulai berpikir...
Gue harus bisa menemukan mekanisme, bagaimana cara sebuah identitas brand itu ditentukan.
Karena ini lah yang akan menjawab banyak hal.
Gue pun akhirnya semedi. Satu tahun. Dari 2023 sampai 2024, untuk belajar dan belajar. Gue coba gali dari berbagai disiplin ilmu lain.
Sampai akhirnya, semua mulai terbaca oleh gue. Gue mulai bisa memetakan dan jelaskan mekanismenya.
Dan bener aja, ternyata ini menjawab banyak hal yang sangat penting. Bukan cuma perkara positioning.
Penting bagi siapa?
Bagi lo, bagi gue...
bagi yang bangun brand.
Karena ternyata, jawabannya ada di dalam diri manusia itu sendiri. Jadi memang, ilmu manusia yang akhirnya gue gali.
Setelah duduk permasalahan identitas brand ini mulai terlihat. Gue jadi bisa melihat hal lain. Gue jadi paham perannya sifat genetik brand. Gue paham peran kepribadian brand. Gue juga jadi paham hubungannya dengan produk yang harus dikembangkan dalam sebuah bisnis. Bahkan sampai penamaan pun, jadi strategi yang sangat penting yang bisa gue jelaskan hubungannya dengan identitas brand ini. Sehingga lo yang berencana memperbesar bisnis, bisa tau harus memasang strategi bisnis seperti apa.
Akhirnya, bukan hanya menjawab pertanyaan bagaimana menciptakan positioning brand.
Tapi menjawab pertanyaan tentang banyak strategi yang seharusnya lo dan gue, sebagai brand owner ketahui sejak lama.
Gue sangat percaya dengan cara yang gue temukan ini. Karena sebenarnya nggak sesusah itu. Dari dulu yang bikin susah karena pakai kacamata pemasaran tok.
Hasil dari temuan gue ini, gue tulis dalam buku yang berjudul Brand dan Manusia
Silahkan cari tau lebih lanjut tentang buku gue ini di link di bawah.