Bagaimana Cara Menciptakan USP (Unique Selling Proposition) Pada Brand

Gue mau bahas soal Unique Selling Proposition, atau yang sering disingkat USP. Istilah ini mungkin sering lo denger, terutama kalau lo di dunia pemasaran.

Jadi istilah ini pertama kali diperkenalkan sekitar tahun '40 an, oleh Rosser Reeves. Dia adalah orang periklanan. Nama agencynya Ted Bates & Company.

USP sebenarnya adalah pendekatan dalam beriklan. Ini adalah cara beriklan yang menekankan manfaat unik sebuah produk.

Bedakan manfaat unik produk dan produk unik. Sebuah produk mungkin aja nggak unik- unik banget. Tapi dengan pendekatan ini, maka kita mencari keunikan dari manfaatnya.

Bayangkan menjadi Agency seperti Reeves ini. Sebagai agency saat dapat order iklan dari klien, maka jelas dia nggak bisa utak-atik produk klien. Tapi, dia tetap harus berusaha mencari 'apa nih, benefit unik yang bisa dikeluarkan dari produk yang nggak unik ini?'

Itu lah sebenarnya pendekatan ini. Nah, setelah diadopsi di ilmu pemasaran, konsep USP ini jadi berbeda. Di pemasaran, seolah USP ini tentang membuat produk unik atau hal-hal tangible. Setelah ilmu pemasaran bergerak dari sekedar ngomongin produk menjadi ngomongin 'nilai manusia', maka muncullah istilah baru yakni UVP, Unique Value Proposition. Ini adalah bagaimana proposisi atau penawaran pendekatannya tentang nilai atau hal-hal intangible.

UVP yang mencetuskan siapa? Ya, orang-orang marketing.
Tapi kalau bagi orang periklanan, sebenarnya UVP dan USP sama aja.

Karena gue 'orang' periklanan (alias kuliah jurusan periklanan), bukan marketing meskipun gue ada matkul marketing, maka gue paham USP memang bukan tentang produk tapi benefit atau manfaat unik produk yang dikulik. Dan manfaat itu bisa tentang hal-hal intangible atau tak berwujud. Makanya gue rada jarang pakai istilah UVP.

Tapi... ya, karena kadang pas gue ngajarin seputar brand yang ikut nimbrung orang marketing juga, yaudah, nggak apa. Gue ikut lah. Toh, gue juga paham istilah itu maksudnya apa.

Jadi, gimana gue ngulik USP?

Tahun 2017, gue pernah dimintain tolong sama temen, namanya Eka, untuk cariin ide iklan Sandimas. Sandimas itu produknya tentang bangunan gitu. Temen gue ini nggak ngerti, gimana cara supaya iklannya bisa menarik? Soalnya ini produk bangunan. Cerita dia ditolak terus.

Sambil ngopi, gue buat lah gambaran kasar storyline. Jadi ceritanya ada anak bayi yang dibuang orang tuanya di depan rumah wanita. Wanita itu sebenarnya miskin, tapi melihat anak malang itu dia jadi iba. Kemudian dengan penuh kasih sayang, dia pelihara anak itu sampai tumbuh besar. Anak itu kemudian membalas jasa si wanita yang sudah dianggap ibu itu, dengan memperbaiki rumah si ibu yang rusak. Memperbaikinya dengan produk apa? Ya, Sandimas lah. Storyline ini pun di terima kantornya, kemudian dieksekusi jadi iklan dengan judul Rumah. Kemudian iklan ini di konteskan di ajang internasional dan mendapat penghargaan.

Iya. Gue seharusnya orang periklanan, tapi terjebak di takdir hidup membangun brand sendiri.

Jadi ini pendekatan mencari keunikan penawaran untuk produk yang sebenarnya nggak unik-unik banget. Makanya kalo lo pernah lihat iklan seperti sereal Koko Krunch yang becerita terbuatnya Koko Krunch dari ladang gandum yang dihujani meteor coklat. Ini karena pendekatan USP. Atau kalo lo pernah liat iklan kecap Bango, yang kedelainya bernama Malika dipelihara seperti anak sendiri. Ini karena pendekatan USP. Tekniknya memang bercerita atau storytelling. Tapi nggak semua storytelling punya nilai USP. Ini beda lagi skill nya.

Sekarang Kita Masuk Ke Brand

Jadi kalo brand lo pada dasarnya nggak punya penawaran unik, akhirnya lo harus pakai agency. Dan itu mahal sekali. Ya, wajar. Kerjaannya begitu. Susah itu loh... meskipun gue ngerjainnya cepet banget, tapi kan, belajarnya lama.

Untuk meminimalisir anggaran besar itu, seharusnya lo atur sedemikian rupa sehingga dari sisi produk dan konsep brand yang lo punya, bisa terlihat punya keunikannya tersendiri. Ini lah makanya saat gue bangun brand gue sendiri, gue paham apa USP gue, meskipun modal gue super minim. Sehingga gue tinggal fokus ke campaign yang seperti apa.

Dan ini lah yang mau gue ajarkan ke lo, di buku gue Brand dan Manusia.
Di buku ini, gue nggak jelasin soal USP. Tapi apa yang lo lakukan dari buku ini, bisa membantu lo untuk menciptakan USP yang kuat, milik brand lo sendiri. Karena nggak kayak agency periklanan, lo sebagai pemilik brand, seharusnya punya akses untuk memperkuat USP lo, karena lo bisa menentukan produknya dan konsep dari brand lo. Akses lo sangat luas.

Bahkan bukan cuma itu. Ada banyak hal lain yang gue bahas pelan-pelan... sampai lo paham. Kayak tulisan gue ini, akhirnya lo sekarang paham, kan? Iya lah... lo nagih banget kan, baca tulisan gue. Ngaku deh.

Gini aja, di klik aja dulu link di bawah ini. Biar bisa gue jelasin lebih jelas lagi.
Social Media
Dilarang
Hak cipta dilindungi undang-undang. Dilarang mengutip atau memperbanyak sebagian atau seluruh isi konten yang ada di website ini tanpa izin tertulis dari Indah Jiwandono
dibuat denganberdu
@2024 indahjiwandono Inc.