Kita Nggak Bisa Menjual Untuk Semua Orang? Ah, Kata Siapa

Mungkin lo sering denger tentuin dulu marketnya, karena lo nggak bisa menjual untuk semua orang.

Lo pun merasa aneh, soalnya ternyata yang lo jual air putih. 😆-
Lo pun berpikir, perasaan produk gue bisa untuk semua kalangan, deh?
Nah, ini sebenarnya emang ada 'sedikit' salah paham.
Jadi gini...
Yang dimaksud lo nggak bisa menjual untuk semua orang, bukan karena produknya.
Tapi karena lo nya.
Sebagai brand, lo kan, harus berkomunikasi untuk bisa menawarkan dan menarik minat market.
Nah, untuk bisa berkomunikasi dengan efektif sehingga lo bisa mencapai tujuan, maka lo harus pahami dulu siapa yang akan menerima pesan.
Dalam satu situasi komunikasi — inget : dalam satu situasi komunikasi — lo harus bisa memahami siapa penerima pesan di situasi itu.
Supaya apa? Supaya lo bisa mengemas pesan yang sesuai.
Itu sebabnya, lo tentukan dulu pesan brand ini untuk siapa?
Ketika lo sudah tau siapa, maka lo bisa menata dan mengatur sedemikian rupa pesan agar bisa dipahami oleh calon penerima pesan hingga akhirnya saat mereka menerima pesan, mereka mau atau terbujuk untuk melakukan suatu tindakan yang lo harapkan. Misalnya membeli.
Gitu loh…
Nah, pertanyaannya, bisa nggak lo menjual untuk semua orang?
Sebenarnya jawabannya BISA.
Tapi ada caranya…
Caranya, lo kelompokkan aja market lo (semua orang itu) ke dalam kelompok-kelompok. Pastikan semua orang itu dapat kelompok.
Lalu lo berkomunikasi ke masing-masing kelompok itu dengan pesan yang sudah di sesuaikan untuk tiap kelompok.
Bisa, kan?
Bisa.
Tapi,
(ada tapinya)

Cara seperti ini biasanya akan sangat melelahkan untuk lo sebagai brand. Karena tiap segmen market (kelompok market) punya tantangan yang berbeda-beda untuk lo berkomunikasi. Soalnya cara pandang di tiap segmen market itu berbeda.
Jadi bayangkan, lo harus mengeluarkan seluruh energi lo ke tiap segmen market itu.
Edyan…
Padahal, nggak semua segmen market lo itu bisa memberikan keuntungan.
Bisa jadi, akan ada kelompok market yang membutuhkan anggaran besar untuk berkomunikasi, sedangkan keuntungan yang diberikan dari kelompok market itu nggak seberapa. Kadang malah impas atau nggak balik modal. Akhirnya lo rugi.
Kalo ada 100 segmen market, dan yang memberikan lo keuntungan cuma 3 segmen market, sedangkan 97 nya bikin lo rugi, kan, susah juga?
Jadi, ilmu pemasaran ngajarin lo untuk jangan nyusahin hidup. 😅-
Dengan cara?
Yaitu menentukan mana segmen market yang potensial. Jadi lo harus bisa analisis, mana kelompok market yang bisa menguntungkan lo. Kelompok market yang kita anggap potensial dan mau kita layani, disebut sebagai target market.
Ini baru perkara soal market.
Belum soal identitas brand.

Loh apa hubungannya?

Lah, supaya target market lo bisa jadi loyalis meskipun antar satu kelompok dan yang lain tau, lo nggak cuma memasarkan untuk mereka.

Jadi misal, segmen market lo yang wanita dan segmen pria bisa bersatu karena walaupun hari ini lo ngomong sama market wanita dan besok sama market pria, identitas lo sebagai brand ada dalam satu konsep yang kedua segmen ini terima.

Jadi identitas brand yang ngiket semua segmen market lo itu. Dan ini yang bikin mereka jadi loyalis.
Kok, Identitas brand bikin orang jadi loyalis?
Ya, jelas dong… Karena identitas brand itu digunakan orang (market lo) untuk menggambarkan identitasnya. Jadi sebenarnya mereka itu 'loyal' sama identitas diri mereka yang simbolnya ada pada brand lo.
Jadi kalo lo merasa sudah membuat identitas brand tapi ternyata nggak ada pengguna lo yang memakai identitas brand itu untuk menggambarkan identitas dirinya, maka yang sudah lo buat itu, nggak ideal disebut identitas brand.
Gue bukan bilang salah, ya! Tapi nggak ideal. Soalnya berarti identitas yang lo buat itu nggak berfungsi semestinya. Dan ini sangat amat bisa dimaklumi, karena emang jarang yang bahas tentang mekanisme atau cara membuat identitas brand.
Seringnya kita langsung bikin aja visual identity.

Padahal, visual identity itu simbol dari identitas.

Bingung bedainnya?
Misalnya gini…
Orang seperti apa yang lo ingat dari gambar kucing dengan buntut Ikan? Lo pasti bingung. Iya, lah… sama. Gue juga bingung.

Itu karena visualnya memang belum mengandung identitas apa-apa.
Harusnya identitasnya dulu ditentukan, baru menentukan visual dari identitas itu. Beda halnya dengan visual yang sudah ada identitasnya.

Kalo gue tanya gambar banteng ingetnya orang kayak apa apa? Pohon beringin ingetnya orang kayak apa? Putri duyung, ingetnya orang kayak apa? gambar apel, ingetnya orang kayak apa?
Lo bisa mulai mengingat 'orang-orang seperti apa' saat gue sebutkan visual identitas itu. Ah, bahkan nggak ada gambarnya. Cuma kata-kata seperti tulisan ini. Iya, karena simbol itu memiliki identitas dan digunakan oleh penggunanya menggambarkan identitas diri. Makanya lo bisa paham, orang-orang seperti apa.

Kalo ada visual brand yang nggak bikin lo inget, seperti apa penggunanya… kemungkinan besar memang identitas itu nggak pernah dipakai oleh penggunanya. Atau emang nggak ada identitasnya dari dulu.

Makanya besar kemungkinan, nggak ada loyalisnya. Padahal ada identitas visualnya.
Paham ya?
Konsepnya mungkin lo sudah paham. Tapi gimana cara membuat identitas itu?
Gitu deh… pasti deh…
Nah, caranya itu emang rada unik. Dan mungkin nggak akan lo temukan di ilmu pemasaran.
Umumnya yang ilmu pemasaran atau marketing bahas, perihal topik soal market. Gimana bisa memasarkan seluas-luasnya. Ya, namanya juga ilmu marketing.
Tapi tenang aja, gue jelasin soal ini di buku gue, brand dan manusia.

Buku ini bukan soal identitas brand aja. Tapi strategi brand, dengan pendekatan yang berbeda.

Untuk cari tau soal buku gue ini, silahkan klik link di bawah. Di situ gue jelasin lebih lanjut.
Social Media
Dilarang
Hak cipta dilindungi undang-undang. Dilarang mengutip atau memperbanyak sebagian atau seluruh isi konten yang ada di website ini tanpa izin tertulis dari Indah Jiwandono
dibuat denganberdu
@2024 indahjiwandono Inc.