Pakar Branding vs Praktisi Branding: Apa Bedanya? (Dan Siapa yang Harus Lo Ikutin?)

Pembukaan: Lo Babak Belur Perang Harga

Ceritanya lo mau belajar branding.
Soalnya lo udah babak belur bersaing di harga. Margin makin tipis… setipis kesabaran netijen.
Katanya, bangun brand adalah “obat penawar”-nya.

Lo mulai cari-cari guru branding. Ketemulah beberapa orang: ada yang senior, ada yang masih muda, ada yang disebut pakar, ada yang praktisi. Tiap denger kontennya, kepala lo manggut-manggut. Kadang nggak paham sih… tapi manggut aja dulu.
Akhirnya lo ikut kelasnya — entah itu dari pakar atau praktisi. Iya, kelas yang harganya lumayan mahal. Tapi lo pikir, ini investasi leher ke atas. Leher lo kan mahal. Apalagi kepala lo. Lebih mahal dari kepala ikan kakap.

Cuma… pas ikut kelasnya, demi apapun, hati kecil lo menjerit:
Ngerti kagak…bingung, iya. 😄-


Balik ke rumah, lo bengong liat catetan. Makin dibaca, makin bingung.
Eh, tiba-tiba admin acara minta testimoni. Karena lo orangnya nggak enakan, dan nggak mau dianggap bego, lo tulis testimoni bagus.

Gimana? Udah akurat belum situasinya?
Kalau iya, sini gue jelasin kenapanya.
Hihi… bentar, gue nggak bisa nahan ketawa ngebayangin muka lo. 😄-


Pakar Itu Siapa?


Betul, pakar bisa jadi status yang diberikan masyarakat. Tapi selain status, ada ukurannya. Pakar adalah orang yang pemahamannya mendalam dan meluas.
  • Mendalam → ngerti sampai perintilan, bisa jelasin hal ribet jadi gampang tanpa ngilangin esensi.
  • Meluas → paham hubungan topik ini ke aspek hidup lain. Bahkan bisa nebak dari mana kesalahan lo muncul.
Makanya, pas lo salah paham, pakar nggak nge-judge. Dia sabar, mau dengerin posisi lo dulu, baru jelasin pelan-pelan sampai nyambung di kepala lo. Ketemu pakar itu enak. Diskusi bisa berjam-jam, lo nggak bosen, dan tiap obrolan selalu ada hal baru. Dunia butuh orang kayak gini.


Praktisi Itu Siapa?

Praktisi adalah orang yang lagi mengerjakan bidang itu. Kalau di branding, berarti siapa pun yang lagi melakukan kegiatan branding — sebagian atau seluruhnya — bisa disebut praktisi. Masalahnya, banyak orang mikir makin lama jadi praktisi = makin jago. Padahal belum tentu.
Kalau 10 tahun berkecimpung tapi nggak pernah upgrade skill, ya bisa aja kalah sama praktisi 1 tahun yang rajin belajar.

Karena... jam terbang tinggi cuma bikin lo terbiasa. Kalau yang dibiasain salah, ya lo jago di hal yang salah.

Misal ada yang bilang: "Mbak Indah, masakan Mbak Indah kurang enak…” Terus gue jawab: “10 tahun gue masak buat suami, dia nggak pernah komplain!” Padahal suami gue nggak komplain demi keutuhan rumah tangga. Wkwkwk.

Pakar vs Praktisi: Mana yang Harus Lo Pilih?


Pakar bikin lo ngerti gambaran besar, ngasih dasar yang kuat, dan bisa jelasin hal ribet jadi simpel.
Praktisi bikin lo dapet pengalaman lapangan, trik real, dan update terbaru dari “medan perang”. Idealnya, lo belajar dari dua-duanya.

Tapi… kurasi dulu. Lihat karyanya, pastikan jalurnya sesuai kebutuhan lo.

Penutup: Label Nggak Penting


"Jadi, si Indah yang keriting ini, pakar atau praktisi?"
Kurang tau juga.
Gue juga nggak peduli.

Khusus untuk personal branding gue. Gue begerak sesuai apa yang di depan gue aja.

Pas gue lihat orang butuh strategi brand, tapi gue gak bisa buat kelas, ya udah gue tulis buku Brand dan Manusia supaya lo bisa jadi brand strategist.
Dan pas gue ngerasa orang juga butuh strategi brand yang udah jadi dan siap dipakai, ya udah… sekarang ada layanan Brand Strategy Playbook dari gue.

Bagi gue, selama ilmu yang dititipin bermanfaat buat orang lain. Gue coba lakukan sesuatu.

Misal suatu hari nggak bermanfaat lagi, ya gue berkebun aja di rumah.

Sambil ngopi2.










Social Media
Dilarang
Hak cipta dilindungi undang-undang. Dilarang mengutip atau memperbanyak sebagian atau seluruh isi konten yang ada di website ini tanpa izin tertulis dari Indah Jiwandono
dibuat denganberdu
@2025 indahjiwandono Inc.