Ini jadi pertanyaan yang bagi beberapa orang sangat susah untuk dijawab.
Pengen banget bilang “Ya, siapa aja dong! Kalo bisa semua orang. Kenapa enggak?”
Aslinya lo mau banget jawab begitu. Tapi kata orang-orang "nggak bisa semua orang. Harus bisa jelas siapa target marketnya."
Jadi sebenernya, kalo lo ditanya siapa target market, bukan berarti nanti lo nggak boleh memasarkan di luar dari yang lo sebutkan itu. Bukan.
Maksud lo ditanya begini, supaya jadi ketawan, karakteristik marketnya seperti apa. Dan kebanyakan orang merasa bisa menyebut siapa target marketnya melalui jawaban formal ala orang marketing.
Misal, demografiknya perempuan, usia 30, wanita, kelas menengah, tinggal di perkotaan, suka naik krl, dan seterusnya.
Padahal, yang jadi penilaian lo paham atau nggak target market lo ini, bukan karena bisa ngasih jawaban seperti itu.
Penilaiannya ada di saat lo berkomunikasi. Kalo lo nggak tau gimana caranya bisa berkomunikasi dengan mereka, artinya lo nggak paham karakteristik market lo, dan artinya lo nggak paham siapa target market lo.
Apa yang terjadi saat lo nggak paham karakteristik mereka seperti apa?
Yang terjadi akhirnya komunikasi penawaran lo hanya sopan santun aja.
Kita bayangkan situasi di bus. Saat orang pulang kantor, ada pedagang yang menjual opak menawarkan dagangannya ke seorang penumpang pria. Kalau dia nggak paham karakteristik penumpang itu, maka komunikasinya akan seperti ini.
"Misi Pak, Mau beli opaknya pak?"
Penumpang bus biasanya hanya mengangkat tangan menyiratkan nggak mau.
Hilang lah kesempatan pedagang opak itu.
Tapi bayangkan, kalau sebelum dia berangkat jualan, dia tau di jam itu nanti, bus akan berisi bapak-bapak pulang kantor yang mukanya pada bete karena capek. Dia persiapkan lah produknya biar sesuai.
Masuk lah pedagang itu ke dalam bus.
“Permisi pak (masih sopan), ini ada opak lope-lope (opaknya berbentuk hati) cocok banget buat oleh-oleh pulang kantor. Istri bapak pasti suka nih, kalo bapak pulang bawain opaknya. Ada sambel cocolannya loh pak. Dimakan bareng istri, bisa menambah keharmonisan rumah tangga.”
Beda banget kan jadinya? Bapak-bapak yang ditawari itu pasti responnya juga beda. Minimal dia jadi kepikiran. Kalo dia bener punya istri dan kurang harmonis, rasanya jadi pengen nyoba juga. Apa iya, bisa nambah harmonis rumah tangga? Bentuknya sih, unik. Kalo emang iya, lumayan dari pada ke konsultan pernikahan.
Kita nggak usah takut salah nebak kondisi market kayak tukang opak itu. Pun misal marketnya ngerespon "Maap, saya nggak punya istri." Berarti ada umpan balik yang masuk. Bisa dikemas ulang pesannya.
Yang penting kita punya gambaran market, atau biasa disebut market persona.
Market persona itu gambaran satu orang yang kita anggap mewakili market kita. Jadi kita bisa membayangkan :
Kebiasaan orang itu seperti apa
Keresahan orang itu seperti apa
Keinginan terdalam orang itu seperti apa
Yang membuat mereka tertarik tentang apa.
Sebagai orang yang “apa-apa data” lo pasti nggak suka menebak-nebak. Semua harus pakai data.
Oke… paham. Tapi pertanyaannya data yang lo punya kayak apa? Bisa kasih insight bagus nggak, tentang market?
Lo jadi bisa tau, karakteristiknya? Lo bisa tau, harus berkomunikasi seperti apa?
Kalo nggak bisa, ya... ngaku aja.
Kalo emang data lo belum bisa membuat lo paham karakteristik market, coba dong... jadi manusia dulu bentaran. Bentaaar aja…
Jadi manusia dan coba berempati pada market lo sebagai manusia.