Tentang Personal Brand
Personal Brand adalah orang yang menjadi brand. Ngapain ya, orang dijadiin brand? Fungsinya apa?
Kalo bingung, berarti kita harus paham dulu, fungsi dari brand itu apa? Fungsi kita membangun brand adalah mempermudah kita mengkapitalisasi atau memanfaatkan untuk mendapatkan keuntungan yang lebih besar lagi.
Nah, begitu juga fungsi personal brand. Fungsi dari personal brand adalah agar orang yang menjadi brand itu bisa mendapatkan keuntungan karena memanfaatkan dirinya yang sudah menjadi brand. Ini lah alasan orang menjadikan dirinya brand atau biasa dikenal dengan personal brand. Kegiatan untuk menjadikan orang itu brand, disebut personal branding, pakai -ing.
Membedakan Personal Brand dengan Content Creator
Personal brand dan Content Creator itu berbeda. Cuma semakin banyak yang mencampur adukkan. Makanya disini gue harus luruskan dulu dengan teori komunikasi.
Di teori komunikasi ada lima faktor yang mempengaruhi efektifitas komunikasi.
3. Channel (media distribusi/penyebaran pesan)
4. To whom (audiens atau penonton)
5. What Effect (dampaknya)
Artinya mempengaruhi efektifitas komunikasi tuh, contohnya, ada anak disuruh ibunya mandi dia bandel, pas bagian ayahnya yang nyuruh, eh, dia nurut. Pesannya sama, tapi karena perbedaan siapa atau who yang menyampaikan pesan, bisa berbeda juga hasilnya. Ini lah faktor who.
Berarti, Ayah bagi si anak menjadi faktor who yang lebih kuat dari Ibunya (untuk urusan mandi). Nah, personal brand fokusnya adalah menguatkan faktor who. Ini harus diingat terus.
Sedangkan Content Creator, fokusnya adalah membuat konten yang bisa tersebar luas. Ini artinya di dalam komunikasi, content creator fokus untuk menjadi faktor Channel. Yang artinya juga, dia berperan sebagai media pemasaran. Karena fokus dia membuat konten yang ditonton banyak orang, maka dia bebas membuat konten apa aja asal jangkauannya luas. Dengan begitu, brand bisa berminat placement atau mengendorse ke content creator. Jadi jangan heran, kalo ada channel horor diendorse brand skincare. Nggak nyambung memang, tapi sah-sah aja.
Meskipun Personal Brand membuat konten, dia nggak bisa sembarang buat konten. Dia harus membuat konten yang bisa menaikkan reputasi personal brandnya atau minimal nggak merusak.
Contohnya seorang dokter mau membangun personal brand, dia nggak bisa sembarang ikut konten yang trend, misalnya joget-joget meskipun itu ditonton banyak orang. Sedangkan content creator, bisa. Itu kenapa, bagi content creator bad publicityn still publicity, yang artinya publikasi yang buruk sekalipun tetaplah publikasi. Mereka nggak masalah selama banyak yang nonton.
Tapi bagi personal brand karena dia mau memperkuat diri sebagai faktor who, maka nggak boleh ada bad publicity karena itu merusak reputasinya dan mengurangi kekuatannya sebagai faktor who. Itu kenapa brand butuh public relation ketika citranya tercemar.
Enaknya jadi content creator, dia bisa jualan apa karena dia bisa buat konten yang penontonnya tinggi. Ini kelebihan yang juga menarik. Makanya banyak yang mau menjadi content creator. Tapi kalo disuruh menjual skill khas yang dia miliki, ini akan susah. Apalagi kalau fokus dia membuat konten yang jangkauan luas bukan membuat konten tentang skill yang dia miliki. Kalo pun dipaksakan (padahal semula fokusnya membuat konten yang tinggi jangkauan) kemungkinan dia akan membuat kelas tentang cara menjadi content creator.
Jadi sekarang, meskipun sama-sama buat konten, lo bisa membedakan mana yang memang content creator, mana yang personal brand sedang membuat content.
Sama seperti brand, personal brand yang sudah kuat dan ingin memperluas pasarnya agar produk atau layanannya tersebar luas nggak cuma organik, dia bisa mulai melakukan marketing. Misalnya dengan memasang iklan. Jika personal brandnya sudah kuat, maka pemasaran akan berperan sebagai faktor kali.
Oia, gue belum memasarkan personal brand gue. Jadi memang belum ada faktor kali. Tapi, secara organik saja, pemasukan gue setelah personal brand ini di monetize, lumayan. apakah puluhan? atau ratusan? Eit, rahasia.
Dan ini jika gue pasarkan sangat mungkin akan ada faktor kali. Makanya sebelum gue memasarkan, gue sedang memikirkan produk dan layanan seperti apa yang cocok. Bukan cocok untuk market. Kalo apa yang dibutuhkan market gue sudah tau. Malah justru gue nggak bisa memenuhi semua keinginan mereka yang banyak itu pada diri gue....
Jadi kecocokan ini berdasarkan kehidupan gue. Misal, gue merasa layanan konsultasi kurang cocok untuk disesuaikan dengan jadwal gue dan ngurus anak-anak. Makanya konsultasi gue hilangkan dan gue coba gantikan dengan produk dan layanan lain. Itu kenapa gue lebih suka jalan santai. Apakah sejak awal gue memikirkan memonetize? Nggak. Jadi nggak selalu harus money oriented dari awal. Gue baru memonetize akun gue dua tahun terakhir. Tapi kalo yang namanya bangun personal brand, nggak mikirin duit sejak awal pun ujung-ujungnya jadi nambah income. Karena memang personal brand kan fungsinya itu.
Ini lah enaknya personal brand. Gue nggak perlu nunggu diendorse untuk dapet income. Bahkan dengan follower gue yang nggak terlalu banyak, gue sudah bisa mendapatkan income.
Tapi memang, seperti halnya brand, ada perjalanan yang harus dilewati agar bisa mateng personal brandnya. Mateng artinya sebagai faktor who dia cukup kuat. Karena kuat, dia bisa menjual produk atau layanan yang terkait dengan skill yang dia bangun di personal brand.
Nah, jadi itu tentang personal brand. Supaya jelas dulu nih...apa sih, yang mau kita pelajari.