Beberapa kali gue sering kedatangan orang yang bertanya via DM mengenai positioning. Kesamaan dari orang-orang itu adalah mereka merasa kesulitan menemukan positioning brandnya karena merasa harus spesifik.
Karena makin banyak yang datang dengan “gejala” yang sama, gue jadi penasaran kenapa mereka serempak mikir begitu, ya? Akhirnya gue memberanikan diri bertanya ke salah satu orang.
“Apa contoh spesifik yang kamu maksud?”
Lalu dia menjelaskan “Misalnya, kalo aku jual hijab maka buat positioningnya seperti hijab untuk travelling” Dia yang bertanya ini menjual produk makanan. Gue merasa aneh dengan contoh yang dia berikan.
Mendengar jawabannya, gue jadi tambah penasaran. Akhirnya gue menanyakan sebuah pertanyaan yang jarang sekali gue tanyakan.
“Kamu belajar dari mana?” Dia pun menyebutkan nama seseorang. Saat gue cari tau, nama yang disebutkan ini ternyata seseorang yang sudah cukup dikenal untuk membahas topik seputar brand dan branding. Keterkenalan sosok ini gue simpulkan dari jumlah followernya yang banyak.
Sejujurnya, saat bertanya kamu belajar darimana, gue berharap dia menjawab dengan judul buku pemasaran karangan Al Ries, Jack Trout, Philip Kotler atau yang lain.
Tapi, ya sudah lah… sekarang gue luruskan.
Positioning Brand dan Positioning Produk
Baiklah, gue akan coba meluruskan berdasarkan pandangan dan pengetahuan yang gue punya.
Positioning adalah cara kita membentuk persepsi di pikiran market melalui kata-kata yang tepat sebagai jangkar agar mereka berpersepsi.
Nah, karena di sini kita punya brand dan produk dari brand, maka kemungkinan kita akan membuat dua positioning dengan peruntukkan yang berbeda.
Yakni : positioning brand dan positioning produk.
Jadi kalau disebut jilbab untuk traveller, maka ini adalah positioning produk.
Kita memposisikan produk yang kita buat sebagai produk yang cocok digunakan para traveller.
Ah, dan ini positioning yang lemah sekali menurut gue. Mana ada orang travelling pakai jilbab yang berbeda dari biasanya. Emang mau renang? Tapi, ya sudah lah...
Bisa nggak, positioning produk ini kita jadikan positioning brand?
Untuk menjawab itu, kita harus berpikir strategic dulu.
Apakah kelak produk dari brand kita hanya seputar jilbab dan untuk traveller? Kalau jawabannya nggak, maka ini nggak bisa jadi positioning brand.
Tapi, kalau jawabannya iya maka berarti kita sedang memilih pola targeting yang disebut single segment concentrate. Ini adalah pola dimana kita hanya menyediakan satu jenis produk untuk satu segmen market.
Efek dari pola ini adalah brand kita bisa terlihat sangat amat fokus untuk jenis produk itu dan untuk segmen market itu. Jadi sangat spesifik sekali dan spesialis sekali.
Pertanyaannya, apakah dengan menjadi sangat amat fokus seperti itu bisa membuat brand kita jadi unggul saat berkompetisi?
Kalau nggak, lalu buat apa?
Itu sebab, kita nggak bisa langsung menentukan positioning brand dari positioning produk.
Kita harus melakukan perhitungan strategic terlebih dahulu. Karena memilih positioning brand dari positioning produk akan membuat kita menjadi spesialis yang khawatirnya menjadi spesialis nggak dibutuhkan market, sehingga posisi brand kita jadi kurang menguntungkan.
Makanya, untuk bisa membuat positioning brand, kita harus paham perbedaannya terlebih dahulu.
Positioning brand, idealnya didapat dari hal-hal intangible (tak berwujud) yang ada di dalam brand. Salah satunya dari identitas brand.
Nah, sedangkan identitas brand nggak harus bersumber dari pengelompokkan market berdasarkan segmentasi demografis. Segmentasi demografis itu seperti gender, usia, pendapatan
Positioning brand harusnya bisa membuat posisi membedakan dan situasi yang bisa menguntungkan kita sebagai brand. Kemudian kita kemas dalam kata - kata yang tepat. Kata-kata itu yang nantinya jadi jangkar untuk mengingat brand kita.
Mari gue kasih contoh dari cerita klien yang pernah gue bagikan di thread. Kali ini gue ceritakan lebih rinci.
Jadi selama ini dia menjual selimut. Saat gue ajak memikirkan positioning brand, dia memikirkan positioning produk.
Berarti dia berencana mengambil positioning brand dari positioning produk.
Dia pun berpikir keras. Sementara gue memberi waktu dia berpikir.
Baru setelah dia capek, gue luruskan bahwa bukan seperti itu mencari positioning brand.
Dia mungkin agak kesel, karena gue membiarkan dia kepusingan mikirin positioning brand dari positioning produk. Lalu gue sampaikan…
“... perhatikan baik-baik apa yang lo jual.
Selimut adalah tentang orang beristirahat, bukan cuma tidur.
Istirahat sambil santai-santai, sering disebut dengan istilah rebahan.
Bahkan, sekarang ada golongan orang yang disebut kaum rebahan. Seolah jadi identitas yang sudah ada di masyarakat.
Nah, brand lo bisa mengambil identitas ini. Jadi lo adalah brand yang melayani kebutuhan orang yang ingin rebahan…”
Dia diam sejenak. Berusaha memproses. Baru wajahnya terlihat paham, sambil gue lanjut menjelaskan.
Akhirnya… dia jadi golongan orang yang tercerahkan.
🙂
Itu lah positioning brand namanya….
Kemudian gue atur strategi selanjutnya yang nggak bisa gue ceritakan.
Sekarang, dia bisa menjual banyak produk lainnya. Bukan hanya selimut. Produknya selain selimut sudah terjual ribuan pcs.
Jadi dengan positioning brand yang tepat, kita bisa menciptakan situasi menguntungkan untuk brand kita.
Tapi, penasaran nggak, gimana caranya gue bisa secepat itu menentukan positioning brand yang tepat?
Dan sudah terbukti, dia bisa memperluas cakupan bisnisnya dan menambah keuntungan di brandnya.
Sebenarnya ada caranya. Yang gue tulis ini semua sudah dipersingkat. Namanya juga artikel.
Cara ini emang unik, karena pendekatannya melalui manusia.
Dan ada cara berstrategi lainnya.
Itu semua gue tulis di buku gue brand dan manusia.
Buat lo yang penasaran sama bukunya, silahkan pelajari lebih lanjut…