Brand ini dibuat untuk menyaingi Yakult. Dengan kategori minuman probiotik.
Seandainya kita bedah, Pola Fokus Kategori Vitacharm kurang lebih seperti ini :
Brand gue adalah minuman probiotik yang mengandung vitamin sehingga mereka yang mencari minuman probiotik juga bisa mendapatkan vitamin.
Kesalahannya terpampang nyata.
Apakah orang yang mencari probiotik, juga mencari vitamin? apakah yang mencari bakteri baik untuk usus mencari vitamin?
Orang yang meminum Yakult, concern dia ke usus. Bukan ke imun.
Meskipun usus dan imun dalam satu payung kesehatan. Tapi kesehatan yang berbeda.
Seandainya orang yang mencari probiotik ada (bahkan sedikit saja) concern ke imun, wajar ketika pembedanya vitamin.
Tapi tidak. Orang minum Yakult sebagai probiotik, kepedulian dia adalah kesehatan ususnya.
Gue pun berkhayal… apa kiranya yang membuat dia tetap eksekusi ide ini?
Kecurigaan gue mengarah ke proses interview.
Gue curiga ketika melakukan interview ke beberapa sampel market, mereka meluncurkan pertanyaan seperti ini :
“Bagaimana menurut ibu, jika probiotik yang ibu minum juga memiliki vitamin?”
Lalu dijawab..
“Wah.. bagus dong… saya pasti beli yang ada Vitamin. Jadi lengkap”
Kemudian dilanjutkan bertanya ke bapak-bapak dan anak anak (karena yakult memang minuman probiotik untuk keluarga, jadi sampelnya keluarga). Mungkin mereka bahkan telah mewawancarai ribuan keluarga.
Akhirnya mereka mendapatkan data, bahwa mayoritas orang mengatakan menyukai Probiotik yang memiliki Vitamin.
Data berkata demikian, wajar mereka makin percaya diri.
Siapa disini yang sangat percaya data?
Gue percaya data. Tapi sangat percaya? Nggak.
Karena dalam branding. Kita tidak bisa mengandalkan data.
Meskipun data mengatakan 90% orang beralih ke probiotik dengan vitamin, bukan berarti mereka akan beralih.
Karena kondisi psikologi orang ketika melakukan interview, akan berbeda ketika mereka mengambil keputusan membeli.
Ketika interview, mereka memakai logikanya.
Sedangkan dalam kondisi membeli, mereka memakai perasaannya. Disinilah kita perlu pemahaman psikologi.
Kesalahan berikutnya adalah tampilan Vitacharm yang menyerupai Yakult.
JIKA botol Yakult adalah botol dengan bentuk umum. Maka mungkin nggak akan terlalu bermasalah soal kemasan.
Tapi YAKULT punya shape botol unik. Di Indonesia, hanya Yakult—brand besar—yang kita kenal memakai botol shape ini, sampai akhirnya Vitacharm masuk.
Jika ada brand dengan bentuk sangat orisinil, kemudian muncul produk dengan tampilan serupa… kita sebut apa produk itu?—jawab sendiri.
Seorang ibu berdiri di depan etalase sebuah supermarket, tepat Vitacharm berada. Dia mengambil dan menggenggam Vitacharm sambil berfikir (dengan suara— seperti sinetron)
Brand apakah ini? Kw-annya yakult? Oh ternyata berbeda toh. Hm.. tapi kenapa saya mesti beli Vitacharm ya? Oh… dia ada vitamin. Tapi probiotik dia sebagus Yakult nggak ya? Karena saya nyari probiotik. Ah.. karena saya nyari probiotik, baiknya memang pakai brand yang sudah lama paham probiotik.
-tamat-
Sebagai penutup sesi ini, marilah kita mengenang karya iklan Vitacharm yang ternyata dibintangi Joe Taslim sebelum ngetop.