Tinggi Kompetisi? Cari Pembeda dengan Mengerucutkan Fokus Kategori




Kita sering tergoda memulai usaha di area yang marketnya sudah aware secara luas. Artinya market itu sudah terbentuk dan kompetisinya tinggi. Beberapa mau mulai usaha malah patokannya “usaha yang lagi rame tahun ini apa ya?
Gue maklum. Semaklum-maklumnya. Memang nggak gampang untuk beberapa orang membuat new category usaha.




Nggak gampang karena emang lebih deg-deg-ser rasanya. Meskipun gue sudah jabarkan cara buat new category dengan mudahnya di kelas category creation.



Kelas yang mudah diikuti, dipahami, tapi susah dijalankan untuk sebagian orang.


Alasannya bukan karena nggak paham. Tapi saking deg-degannya.
Gue bisa tau, karena gue inget banget ketika 2013, pas mau nawarin produk untuk personal waxing (waxing sendiri) di saat kebiasaan orang menghilangkan bulu mayoritas dengan cukuran.



Itu rasanya deg-degan banget. Dan aneh banget sih ini! Orang usaha modal kecil, kok deg-degan gagal? Gagal pun kan paling rugi berapa sih….? harusnya nothing to lose. Kalo nothing to lose ya harusnya nggak deg-degan dong… 🙃-


Tapi enggak! Tetep deg-degan. Ada rasa takut terlihat konyol karena penolakan.
“Hari inii 5 pcs karena kita belum luas masarinnya. Kalo udah luas… kita pasti bisa jual banyak banget!”
Begitu kata Ajie Betek Jiwandono, yang saat itu pacar merangkap motivator gue. Karena dia udah keseringan ikut MLM, yang pelatihannya ngajak lompat-lompat semangat.




Optimis, Saya pasti sukes! YES YES YES!

Gue sadar nggak semua orang punya pasangan se-aneh pasangan gue. Dan gue beruntung punya pasangan yang ngajak koprol di parkiran Summarecon Serpong. Ketika kita lagi down.




Cara itu dia lakukan buat motivasiin gue, dan ngebuktiin kalo kita bisa ngelakuin apa yang kita mau.


Nggak kok... Gue nggak ikut koprol. Gue celingak celinguk kanan kiri takut di tegor security.



Tapi cara ini berhasil. Gue jadi berani untuk ngelakuin yang gue anggep ini bakal keren.
Oke, balik lagi…
Ini adalah pola yang gue buat untuk membantu lo mencari pembeda dengan mengerucutkan fokus kategori.

Kita beri nama POLA FOKUS KATEGORI.

Cara memakainya, lo harus mengisi titik-titik yang ada dalam pola ini.
Berikut polanya :



Brand gue adalah ….(kategori)….. yang …(fokus/keunikan yang dipilih) sehingga mereka yang…(targetnya)… jadi…(manfaat keunikan) meskipun …(jika ada kesulitan).


*Bagian "meskipun" optional untuk penguat alasan.

Contoh

  • Brand gue adalah coffeeshop yang menjual donut dan yoghurt sehingga mereka yang harus ngopi jadi bisa bawa keluarga meskipun keluarganya nggak suka ngopi.
  • brand gue adalah pasta gigi yang khusus untuk sensitif sehingga mereka yang memiliki gigi sensitif jadi bisa memperoleh pasta gigi khusus.
  • brand gue adalah jasa sambung bulu mata yang juga memberi perawatan refleksi kaki sehingga mereka yang memasang bulu mata jadi relax meskipun berlama-lama
  • Brand gue adalah sabun pencuci piring yang mampu mengangkat pestisida sehingga mereka yang peduli terhadap kandungan pestisida pada buah jadi bisa membersihkannya.


Berikut contoh-contoh yang menggunakan fokus kategori untuk mencari pembeda dan berhasil masuk ke persaingan kompetisi tinggi.

-
Jco yang hadir untuk menyaingi Starbuck. Fokus kategorinya : coffeshop yang menyediakan donut lembut dan yoghurt.
-
Sensodyne yang hadir dipersaingan pasta gigi yang dikuasai pepsodent. Fokus kategorinya : gigi sensitif
-
Mama lemon masuk ke persaingan kategori sabun pencuci piring, melawan sunlight, dengan fokus kategori sabun yang juga membersihkan pestisida.
-
Le-minerale yang jadi saingan Aqua, hanya karena fokus kategori yang ada manis manisnya...wow 🙃-
Apakah brand-brand itu kemudian lebih besar dari brand leader yang sudah ada?




Gue kurang tau juga..



Tapi yang jelas dalam persaingan di kategori yang sama, mereka adalah brand yang berhasil untuk diingat (diantara kompetitor lain yang juga ingin diingat)—karena mereka memilih pembeda dengan pola fokus kategori yang bagus.
Coba deh isi pola yang udah gue kasih...




Jangan cuma ada di pikiran.




Karena kalo lo tulis, dan lo baca... secara alami membuat lo berhati-hati memilih fokus kategori.




Nggak sedikit orang mencari fokus kategori sebagai pembeda yang hanya sebagai “syarat” supaya beda.


Padahal pembeda yang dia pilih nggak memiliki kekuatan untuk membuat targetnya mengingat.


Contoh : Brand gue adalah sabun pencuci piring yang terbuat dari jeruk Belgia sehingga mereka yang mencuci piring jadi merasa sabunnya berkualitas.



Jika dijabarkan dalam bentuk Pola Fokus Kategori seperti ini, kita pasti paham adanya kelemahan dalam pemilihan fokus kategori pencuci piring dengan jeruk Belgia.


Bahkan tanpa riset, kita bisa bernalar bahwa tidak akan ada ibu-ibu yang peduli dan berkata ke tetangganya “Bu Joko.. pakai sabun cuci piring ini aja! ini terbuat dari jeruk Belgia loh….”



—nggak akan pernah ada.

Tapi nalar beberapa orang akan susah mengevaluasi kesalahan ini, ketika dia nggak membuat pola ini terlebih dahulu.




Itu kenapa muncul brand-brand yang berusaha masuk ke persaingan tingkat tinggi. Tapi brandnya stagnan.


Jadi, untuk lo yang ingin masuk di kategori persaingannya tinggi dan sudah memiliki brand leader. Pahami pola ini baik-baik. Kemudian isi dan lihat hasilnya.



Tulisan lo sendiri yang kemudian akan menyadarkan lo, apakah pembeda yang lo pilih ini bagus, atau kurang.
-

Belajar dari kesalahan Vitacharm.

Ingat brand Vitacharm?

Brand ini dibuat untuk menyaingi Yakult. Dengan kategori minuman probiotik.



Seandainya kita bedah, Pola Fokus Kategori Vitacharm kurang lebih seperti ini :

Brand gue adalah minuman probiotik yang mengandung vitamin sehingga mereka yang mencari minuman probiotik juga bisa mendapatkan vitamin.



Baca baik-baik..

Kesalahannya terpampang nyata.

Bisa liat nggak?

Mari gue jelaskan…


Apakah orang yang mencari probiotik, juga mencari vitamin? apakah yang mencari bakteri baik untuk usus mencari vitamin?



Orang yang meminum Yakult, concern dia ke usus. Bukan ke imun.



Meskipun usus dan imun dalam satu payung kesehatan. Tapi kesehatan yang berbeda.


Seandainya orang yang mencari probiotik ada (bahkan sedikit saja) concern ke imun, wajar ketika pembedanya vitamin.


Tapi tidak. Orang minum Yakult sebagai probiotik, kepedulian dia adalah kesehatan ususnya.


Gue pun berkhayal… apa kiranya yang membuat dia tetap eksekusi ide ini?


Kecurigaan gue mengarah ke proses interview.


Gue curiga ketika melakukan interview ke beberapa sampel market, mereka meluncurkan pertanyaan seperti ini :


“Bagaimana menurut ibu, jika probiotik yang ibu minum juga memiliki vitamin?”



Lalu dijawab.. “Wah.. bagus dong… saya pasti beli yang ada Vitamin. Jadi lengkap”


Kemudian dilanjutkan bertanya ke bapak-bapak dan anak anak (karena yakult memang minuman probiotik untuk keluarga, jadi sampelnya keluarga). Mungkin mereka bahkan telah mewawancarai ribuan keluarga.


Akhirnya mereka mendapatkan data, bahwa mayoritas orang mengatakan menyukai Probiotik yang memiliki Vitamin.


Data berkata demikian, wajar mereka makin percaya diri.


Siapa disini yang sangat percaya data? Gue percaya data. Tapi sangat percaya? Nggak.


Karena dalam branding. Kita tidak bisa mengandalkan data.


Meskipun data mengatakan 90% orang beralih ke probiotik dengan vitamin, bukan berarti mereka akan beralih.



Karena kondisi psikologi orang ketika melakukan interview, akan berbeda ketika mereka mengambil keputusan membeli.



Ketika interview, mereka memakai logikanya.



Sedangkan dalam kondisi membeli, mereka memakai perasaannya. Disinilah kita perlu pemahaman psikologi.

Kesalahan berikutnya adalah tampilan Vitacharm yang menyerupai Yakult.



JIKA botol Yakult adalah botol dengan bentuk umum. Maka mungkin nggak akan terlalu bermasalah soal kemasan.



Tapi YAKULT punya shape botol unik. Di Indonesia, hanya Yakult—brand besar—yang kita kenal memakai botol shape ini, sampai akhirnya Vitacharm masuk.



Jika ada brand dengan bentuk sangat orisinil, kemudian muncul produk dengan tampilan serupa… kita sebut apa produk itu?—jawab sendiri.


Scene :
Seorang ibu berdiri di depan etalase sebuah supermarket, tepat Vitacharm berada. Dia mengambil dan menggenggam Vitacharm sambil berfikir (dengan suara— seperti sinetron)

Brand apakah ini? Kw-annya yakult? Oh ternyata berbeda toh. Hm.. tapi kenapa saya mesti beli Vitacharm ya? Oh… dia ada vitamin. Tapi probiotik dia sebagus Yakult nggak ya? Karena saya nyari probiotik. Ah.. karena saya nyari probiotik, baiknya memang pakai brand yang sudah lama paham probiotik.

-tamat- Sebagai penutup sesi ini, marilah kita mengenang karya iklan Vitacharm yang ternyata dibintangi Joe Taslim sebelum ngetop.
Social Media
Dilarang
Hak cipta dilindungi undang-undang. Dilarang mengutip atau memperbanyak sebagian atau seluruh isi konten yang ada di website ini tanpa izin tertulis dari Indah Jiwandono
dibuat denganberdu
@2024 indahjiwandono Inc.