Dear Brand, Hati-Hati Kolaborasi!

Siapapun yang bangun brand — baik itu personal brand atau brand produk— saran gue : hati-hati, jangan sembarang kolaborasi.

"Tapi kan, sekarang era kolaborasi, Ndah! Udah nggak jaman kompetisi."

Lo demam apa gimana? Kompetisi itu konsekuensi saat lo bangun brand. Bukan perkara jaman-jamanan.

Kalo lo suka liat youtuber kolab koleb, itu karena dia youtuber. Wajar. Mereka itu channel, jadi fokusnya agar konten videonya semakin banyak dilihat, supaya ratingnya tinggi. Karena ratingnya tinggi, mereka bisa dapet pemasukan yang ngiklan.

Sedangkan lo? Lo itu sebagai brand. Duit lo didapat dari menjual produk yang lo miliki. Ya, barang kek, kelas, konsultasi... apapun.

(kalo lo masih bingung bedanya jadi youtuber dan personal brand, silahkan baca artikel gue, klik di sini Tapi, lanjut dulu deh, baca ini)

Makanya kolaborasi yang lo lakukan efeknya bukan seperti youtuber yang kolab atar sesama youtuber. Bukan. Efek lo saat kolab ke sesama brand bisa lebih dari itu.

Sebagai brand, lo memang nggak dirancang untuk sembarang kolab. Tapi lo dirancang untuk berkompetisi.

Makanya kalo brand mengenal istilah di pemasaran soal competitve advantage, competitive edge Udah baca belum artikel gue soal ini? Belum? Yaudah nanti klik di sini. Sekarang, lanjut dulu baca tulisan ini.


Mempertaruhkan integritas brand

Kalo lo sebagai brand melakukan kolaborasi dengan brand juga, pahamilah kalian bukan hanya sedang berbagi paparan audiens kayak youtuber, tapi menyiratkan bahwa kalian saling merekomendasi satu sama lain.
Gue ulangi... merekomendasikan satu sama lain.
Dengan persepsi audiens bahwa brand yang lagi kolab sedang saling merekomendasikan, maka yang dipertaruhkan itu integritasnya dan reputasinya dari masing-masing brand.

Jadi kalau ternyata yang lo ajak kolaborasi di kemudian hari kena masalah, misal diduga melakukan penipuan maka lo bisa kena dampaknya.

Akhirnya lo sebagai brand harus klarifikasi bahwa lo nggak ada sangkut paut meskipun pernah kolaborasi bareng dia.

Kalo youtuber mah, nggak kenapa-kenapa. Misal mereka pernah wawancara orang yang ternyata setelahnya kena kasus penipuan, si youtuber nggak perlu klarifikasi. Orang dia cuma buat konten, kok.

Merasa aman kolaborasi karena beda positioning
Makin baca tulisan gue, lo makin mau ngeles.

Ah, nggak apa kolaborasi kalo cakupannya beda. Positioningnya beda. Indah aja lebay...”
Kan... kan... kalo dibilangin suka gitu.

Lo nggak sadar nggak sekarang era niche market?

Jadi, orang atau brand itu bisa tampil seolah sangat spesifik melayani di satu segmen market tertentu (niche market), padahal aslinya lingkup dia bisa lebih luas. Dan bisa jadi sama dengan lingkup cakupan brand lo.
Misal, content creator itu niche, digital marketer juga niche. Seolah niche nya beda, jadi bisa kolaborasi.

Padahal? Nggak juga.

Kalau ada personal brand sebagai pengajar digital marketer minta kolab sama lo yang punya personal brand sebagai pengajar content creator. Seharusnya lo lebih hati-hati. Jangan terkecoh karena merasa beda positioning.

"positioning gue kan, udah kuat... dia kan personal brandnya sebagai digital marketer, kalo gue content creator."

Lalu lo kolaborasi sama dia. Cuma live bareng padahal, ngobrol-ngobrol ringan. Lo merasa aman-aman aja...

Ya, pas lo kolab aman-aman aja. Kedepannya kalo dia ngeluarin buku tentang content creator, yang jadi niche personal brand lo, gimana?

Karena sebagai digital marketer, dia bisa mencakup area lo juga. Dia memang belum punya reputasi, tapi topik itu nggak kontradiksi di personal brand dia.

Reputasinya terbangun dari mana? Ya, sangat mungkin dari hasil dia kolab sama lo sebagai pengajar content creator.

Karena efek di persepsi antar sesama brand yang berkolaborasi adalah : saling merekomendasi.

Sebel nggak?

Kalo sudah terlanjur, biasanya lo nggak mau ngaku kalo lo sebel. Padahal, ngaku aja. Justru ketika kita mengakui ada emosi negatif, kita bisa mengubah itu jadi positif.

Kalo nggak ngaku, lo nanti malah jadi pasif agresif : mengekspresikan kekesalan lo secara tersembunyi. Khawatirnya begitu.

Itu sebab, gue nggak pernah kolab, kalo gue tau itu berbahaya buat eksistensi brand gue. Baik itu personal brand atau brand produk gue.

Jadi dari awal gue hindari, gue tolak dengan baik kalo diajak.

Nah, bukan berarti gue nggak bisa kolab. Bisa kok, tapi ada pertimbangannya dulu.


1. Tiap brand punya sifat genetik
Jadi tiap entitas yang membangun brand (mau brand produk atau personal brand) itu punya sifat genetik.

Sifat genetik ini adalah sifat yang bisa diturunkan ke produk dan layanan. Jadi misal lo liat ada satu brand lagi fokus ke satu produk, bukan berarti cakupannya hanya di produk itu. Bisa jadi dia cuma belum buat aja.

Yang terlihat beda kategori sama lo, atau beda positioning sama lo, bukan berarti sifat genetik brandnya beda sama lo.

Jadi pahami sifat genetik ini. Jangan kolab dengan brand yang sifat genetiknya mirip dengan brand lo.

2. Bentuk kolaborasi
Kalo lo ajak kolab brand yang sifat genetiknya beda, akhirnya lo bisa masuk ke industri dia, dia bisa masuk ke industri lo, dengan cara menguntungkan.

Contohnya gimana yang menguntungkan.

Misal, lo punya brand resto yang identitas visual vintage.

Kemudian, lo kolab dengan brand clothing yang udah terkenal.

Karena sifat genetik yang berbeda ini, maka :

Lo yang brand resto bisa jadi jual baju hasil kolaborasi. Misal, bajunya tema vintage. Brand Lo X Brand Clothing.

Tanpa kolaborasi, orang nggak akan percaya resto lo ujug-ujug buat pakaian. Kan, lo nggak punya reputasi apa-apa soal ini. Keberadaan brand clothing itu membantu lo meningkatkan reputasi.

Atau sebaliknya, brand clothing itu bisa membuat resto juga di toko nya. Brand Clothing X brand lo. Dia bisa begini, karena dapat reputasi dari brand lo.

Jadi genetik brand lo dan genetik brand clothing itu bercampur membentuk produk unik baru, bahkan bisnis baru.

Nah... kalo begini kan, enak gitu ngeliatnya.

Kolab gimana lagi yang masih oke? hayooo?

Ya, kolab antar brand punya lo sendiri. Jadi misal perusahaan lo udah banyak portofolio brand : lo sudah punya banyak brand. ntara portofolio brand itu bisa saling kolab.

Makanya jangan heran kalo ngeliat Chitato kolaborasi sama Indomie goreng.

🙂-

Jadi begitu penjelasan gue soal kenapa lo sebagai brand harus hati-hati berkolaborasi. Dan tenang, aja... lo masih aman berkolaborasi dengan arahan yang gue berikan.

Nah...

Kalo lo penasaran gimana caranya melihat sifat genetik brand lain, terutama kompetitor lo, ini gue ajarin di buku gue Brand dan Manusia. Jadi lo bisa memprediksi kesempatan yang brand lo punya dan ancaman yang mungkin datang. Serta cara antisipasinya.

Tentu gue bukan cuma ngebahas soal itu, ada banyak yang gue bahas. Untuk tau lebih lanjut, klik link di bawah ini.













Social Media
Dilarang
Hak cipta dilindungi undang-undang. Dilarang mengutip atau memperbanyak sebagian atau seluruh isi konten yang ada di website ini tanpa izin tertulis dari Indah Jiwandono
dibuat denganberdu
@2024 indahjiwandono Inc.